Senin, 05 Desember 2016



Di Setiap pertunjukannya di Bali, wayang kulit Ceng Blonk / Cenk Blonk ini selalu dipadati penonton dan disamping banyak petuah, hiburan ini penuh dengan lelucon yang membuat seluruh penonton menjadi tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.

Sesungguhnya pakeliran dalang Nardayana bentuk penyajiannya tradisi, namun yang membedakan adalah musik pengiringnya merupakan gabungan dari instrumen konvensional seperti, gamelan batel suling dipadu dengan gamelan gender rambat (unsur palegongan); cengceng kopyak (unsur beleganjur); rebab (unsur gamelan gambuh); dan kulkul bambu (unsur tektekan).


Untuk mencapai keharmonisan iringan, ia merangkul seniman-seniman akademis ikut menggarap komposisi karawitan dengan harapan pagelarannya menjadi semarak dan memikat. Tak cukup suara gamelan yang dipikirkan, ia memasukkan gerong (Jawa, sinden), suara vokal “chourus” yang ditembangkan oleh empat wanita sebagai fungsi narasi baik saat mulai pertunjukan (pategak/talu), adegan petangkilan (sidang), rebong (sekelompok dayang-dayang) tangis/mesem (sedih), dan akhir pertunjukan (ending).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar