Sejarah Wayang

Wayang berasal dari sebuah kalimat yang berbunyi “Ma Hyang”, artinya berjalan menuju yang maha tinggi (disini bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan tetapi ada sebagian orang yang berpengertian bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa yang berarti bayangan, atau yang dalam bahasa Indonesia baku adalah bayang. Hipotesa bahwa wayang berasal dari kata-kata bayang ini didapat dari bukti bahwa para penonton dapat menyaksikan pertunjukkan wayang dengan hanya melihat bayangan yang digerakkan oleh para dalang yang merangkap tugasnya sebagai narator.

Wayang kulit ada sebelum abad pertama yang bertepatan dengan munculnya ajaran Hindu dan Budha ke area Asia Tenggara. Hal ini dipercaya sebagai asal mula munculnya wayang kulit datang dari India ataupun Tiongkok. Ada sebuah catatatan sejarah pertama mengenai adanya pertunjukan wayang. Hal ini mengacu pada sebuah prasasti yang dilacak berasal dari tahun 930 yang mengatakan si Galigi mawayang. Saat itulah sampai sekarang beberapa fitur teater boneka tradisional tetap ada. Galigi adalah seorang penampil yang sering diminta untuk menggelar sebuah pertunjukan ketika ada acara ataupun upacara penting.


Kesenian wayang di Nusantara berawal dari seni sakral. Masyarakat Indonesia di masa lalu mementaskan wayang bukan untuk hiburan, tetapi untuk pelengkap upacara keagamaan. Dalam kalender Bali dan Jawa, ada wuku yang bernama wayang. Ini adalah rentetan hari selama seminggu untuk menyelenggarakan upacara dengan inti pementasan wayang. Puncaknya adalah hari Sabtu Kliwon yang disebut Tumpek Wayang.

Di Bali, kesakralan wayang juga dipakai pada upacara keagamaan yaitu Pitra Yadnya (ngaben), Manusa Yadnya (otonan dan potong gigi), Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya. Wayang bali secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 2 golongan yaitu :

1.      Wayang sakral (upacara keagamaan) :

Wayang sakral yaitu wayang yang dipergunakan untuk upacara kegamaan, wayang sakral dibedakan menurut lakonnya masing-masing yaitu wayang sapuleger, wayang lemah, dan wayang sudamala.
2.      Wayang Profan (hiburan):
Wayang profane yaitu juga bisa dikatakan sebagai wayang yang dipentaskan untuk hiburan, selain dipentaskan dengan wayang kulit, pementasan wayang jenis profan juga biasanya dipentaskan langsung oleh seniman yang terjun langsung untuk melakoni peran dalam cerita tersebut pada setiap judul pewayangannya. wayang profan ini dibedakan menurut lakonnya pada saat pementasan yaitu wayang purwa, wayang ramayana, wayang gambuh dan wayang arja.

Keberadaan wayang kulit pada masyarakat bali, tidak terlepas dari kehidupan social budaya dan keagamaan yang dianut oleh masyarakat bali. Semenjak datangnya pengaruh agama hindu, makin mengukuhnya keberadaan wayang itu sendiri yang dikaitkan dengan sistem upacara keagamaan. Disamping itu kehadiran dua epos besar Mahabratha dan Ramayana memperkaya lakon-lakon pewangan di bali. Pada golongan masyarakat bali seperti itu, wayang kulit diyakini memiliki arti dan makna tertentu yaitu sebagai berikut :
a.       Sebagai penggugah rasa kesenangan dan keindahan.
b.      Sebagai pemberi hiburan.
c.       Sebagai media komunikasi.
d.      Sebagai persembahan simbolis.
e.       Sebagai penyelenggara keserasian norma-norma masyarakat.
f.       Sebagai pengukuh institusi sosial dan keagamaan.
g.      Sebagai kontribusi terhadap kelangsung dan stabilitas kebudayaan.
h.      Sebagai pencipta intergritas masyarakat.

·         Perlengkapan pertunjukan wayang, yaitu sebagai berikut :
a.       Gedebong/pohon pisang yang tua memanjang
b.      Lelujuh/kayu untuk membentagkan kelir
c.       Blencong/lampu sumbu minyak kelapa
d.      Dua orang kelengkong (asisten dalang)
e.       Empat orang juru gender (musik) 
f.       Dalang (orang yang memainkan wayang)
g.      Kotak wayang untuk menyimpan wayang
h.      Wayang yang 1 kotak terdiri dari 150-170 wayang kulit
i.        Kelir/layar yang digunakan untuk pementasan
j.        Racik/paku dari bambu yang diruncingkan
k.      Sesajen/banten wayang
l.        Pengeras suara untuk pementasan wayang
m.    Panggung. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar